Selasa, 27 September 2016

Peranan sistem integumen dalam pengaturan homeostatis



A.    Peranan Sistem Integumen dalam Pengaturan Homeostatis
Homeostatis adalah kemampuan proses fisiologis tubuh dalam mempertahankan keseimbanhan dan kecenderungan semua jaringan hoidup guna memelihara dan mempertahankan kondisi setimbang atau ekuilibrium (Cannon,1926). Homeostatis juga mengatur keseimbangan asam dan basa. Cairan tubuh diatur agar suhunya selalu konstan dengan cara mekanisme produksidan pe;epasan panas. Contohnya apabila cuaca panas , system kulit akan merespon dengan mengeluarkan peluh melalui kelenjar keringat pada epidermis kulit untuk mencegah suhu darahnya meningkat, pembuluhdarah akanmengembang untuk mengeluarkan panas kesekitarnya, hal ini juga menyebabkan kulit berwarna merah.
Terdapat berbagai system tubuh utama yang berkontribusi penting dalam untuk homeostatis, salah satunya adalah system integumen.System Integumen terdiri dari kulit, kuku, rambut, dan kelenjar.System otot terdiri dari otot rangka, otot polos dan otot jantung.System kerangka terdiri dari semua tulang, ligament, jaringan ikat dan tendon.
Fungsi utama system Integumen adalah untuk melindungi tubuh dari infeksi asing dan pengaturan panas.System otot yang terlibat dalam kegiatan seperti pencernaan, berjalan, berlari, bernapas dan memungut benda.System kerangka melibatkan sikapyang tepat dari tubuh dan bergerak.  System otot dan rangka bekerja sama secara erat dengan otot-otot yang didukung oleh kerangka system kerangka. System yang menutupi mempertahankan system otot dengan membantu tubuh untuk mendinginkan seperti kulit melebarkan menyingkirkan kelebihan panas. Ketiga system bekerja sama untuk mempertahankan homeostatis.
  
B.     Factor yang Mengganggu Fungsi Sistem Integumen dan Manifestasinya
Sistem integument (terutama kulit) merupakan suatu masa atau jaringan terbesar di tubuh.Kulit bekerja melindungi struktur-struktur dibawahnya dan beerfungsi sebagai cadangan kalori. Kulit mencerminkan emosi dan stress yang kita alami, serta berdampak pada penghargaan orang lain terhadap kita. Selama hidup, kulit dapat terpotonng, tergigit, terbakar, mengalami iritasi atau terinfeksi.Akan tetapi, kulit memiliki kapasitas dan daya tahan yang luar biasa untuk pulih.
Suatu kondisi stress psikologis pada keadaan sakit atau pada berbagai masalah pribadi, serta keluarga pda umumnya akan bermanifestasi keluar sebagai masalah system integument. Pada kondisi klinik pasien yang dirawat di rumah sakit dapat secara tiba-tiba mengalami gatal-gatal dan ruam yang terjadi sekunder akibat pengobatannya. Pada kondisi sistemik tertentu, seperti hepatitis dan kanker , manifestasi gangguan integument dapat menjadi tanda pertama kelainan tersebut.

Fungsi kulit secara umum adalah sebagai berikut :
·         Proteksi
Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar 1 atau 2 mm yang memberikan perlindungan yang sangat efektif terhadap trauma fisik, kimia, dan biologis dari invasi bakteri.Kulit telapak tangan dan kaki yang menebal memberikan perlindungan pengaruh trauma yang terus-menerus terjadi diaerah tersebut.
            Bagian stratum korneum epidermis merupakan barrier yang paling efektif terhadap berbagai faktpor lingkungan seperti zat-zat kimia, sinar matahari, virus, fungus, gigitan serangga, luka karena gesekan angina, dan trauma. Kulit dapat mencegah penetrasi zat-zat dari luar yang berbahaya ataupun kehilangan cairan dan substansi lain yang vital bagi homeostatis tubuh. Lapisan dermis kulit memberikan kekuatan mekanis dan keuletan melalui jaringan ikat fibrosa dan serabut kolagennya.Serabut elastis dan kolagen yang saling berjalin dengan epidermis memungkinkan kulit untuk berperilaku sebagai satu unit.Dermis tersusun dari jalinan vascular, akar rambut, tubuh, dan kelenjar peluh, serta sebasea.Oleh karena epidermis bersifat avascular, dermis merupakan barrier transportasi yang efisien terhadap substansi yang dapat menembus stratum korneum dan epidermis. Factor-faktor lain yang memengaruhi fungsi protektif kulit mencakup usia kulit, daerah kulit yang terlibat dan status vascular.
·         Sensasi
Ujung-ujung reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan tubuh untuk memantau secara terus-menerus keadaan lingkungan di sekitarnya.Fungsi utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindra suhu, rasa nyeri, sentuhan yang ringan dan tekanan (atau sentuhan yang berat). Berbagai ujung saraf bertanggung jawab untuk bereaksi terhadap setiap stimuli yang berbeda ( Smeltzer,2002). Meskipun tersebar di seluruh tubuh, ujung-ujung saraf lebih terkonsentrasi pada sebagian daerah dibandingkan bagian lainnya.Sebagai contoh, ujung-ujung jari tangan jauh lebih terinervasi ketimbang kulit pada bagian punggung tangan.
·         Termoregulasi
Peran kulit dalam pengaturan panas meliputi sebagai penyekat tubuh, vasokonstriksi ( yang memengaruhi aliran darah dan hilangnya panas ke kulit), dan sensai suhu (Potter,2006). Perpindahan suhu dilakukan pada system vascular, melalui dinding pembuluh, kepermukaan kulit dan hilang ke lingkungan sekitar melalui mekanisme penghilangan panas. Pada kondisi suhu tubuh rendah, pembuluh darah akan mengalami konstriksi .sebaliknya saat suhu tinggi, hipotalamus menghambat vasokonstriksi dan pembuluh dilatasi. Saat kulit menjadi dingin, sensori mengirim informasi ke hipotalamus, yang mengakibatkan menggigil, menghambat keringat, dan vasokonstriksi.
            Pengeluaran dan produksi panas terjadi secara simultan.Struktur kulit dan paparan terhadap lingkungan secara konsntan, pengeluaran panas secara normal melalui rinadiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi.
·         Metabolisme
Meskipun sinar matahari yang kuat dapat merusak sel-sel epitel dan jaringan , tetapi sinar matahari dengan jumlah yang dapat ditoleransi sangat diperlukan tubuh manusia. Ketika radiasi sinar ultraviolet memberikan paparan, maka sel-sel epidermal di dalam stratum spinosum dan stratum germinativum akan mengonversi pelepasan steroid kolestrol menjadi vitamin D3, atau  kolekalsiferol. Organ hati kemudian mengonversi kolekalsiferol menjadi produk yang digunakan organ ginjal untuk menyintesis hormone kalsitriol.Kalsitriol merupakan komponen yang penting untuk membantu absorpsi kalsium dan fosfor di dalam usus halus. Ketidak ada kuatan dari pengiriman kalsitriol akan menghambat pemeliharaan dan pertumbuhan tulang( Simon,2003).
·         Keseimbangan Air
Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan demikian akanmencegah kehilanganair serta elektrolit yang berlebihandari bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembapan dalam jaringan subkutan (Smeltzer, 2002).
            Apabila kulit mengalami kerusakan, misalnya pada luka bakar, cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar serta dapat hilang dengan cepat sehingga bias terjadi kolaps sirkulasi, syok, serta kematian. Di lain pihak, kulit tidak sepenuhnya impermeable terhadap air. Sejumlah kecil air akan mengalami evaporasi secara terus-menerus dari permukaan kulit. Evaporasi ini yang dinaakan perspirasi tidak kasat mata (insensible perspiration) yang berjumlah   ml/hari untuk orang dewasa yang normal.Kehilangan air yang tidak kasat mata (insensible water loss) bervariasi menurut suhu tubuh.Pada penderita demam, kehilangan ini dapat meningkat. Ketika terendam dalam air, kulit dapat menimbun air sampai tiga hingga empat kali berat normalnya ( Guyton,1999). Contoh keadaan ini yang lazim dijumpai adalah pembengkakan kulit seseudah mandi berendam untuk waktu yang lama.
·         Penyerapan Zat atau Obat
Berbagai senyawa lipid (zat lemak) dapat diserap lewat stratum korneum, termasuk vitamin (A dan D ) yang larut lemak dan hormon-hormon steroid. Obat-obat dan substansi lain dapat memasuki kulit lewat epidermis melalui jalur transepidermal atau lewat lubang-lubang folikel (Kee,1999).
·         Fungsi Respons Tubuh
Hasil-hasil terakhir menunjukan bahwa beberapa sel dermal (sel-sel Langerhans, interleukin-1 yang memproduksi leratinosit, dan subkelompok limfosit-T) merupakan komponen penting dalam system imun.Penelitian yang masih berlangsung harus mendefinisikan lebih jelas peranan sel-sel dermal ini dalam fungsi imun (Smeltzer, 2002).
·         Pertimbangan Gerontologik
Secara fisiologis system integument akan mengalami perubahan yang signifikan akibat proses penuaan. Komdisi perubahan utama yang terjadi pada kulit lansia meliputi kering, keriput, pembentukan pigmentasi yang tidak merata, dan terbentuknya berbagai lesi proliferative.
            Secara struktur terjadi perubahan seluler di mana terjadi penipisan titik temu antara dermis dan epidermis sehingga meningkatkan kondisi kekeringan pada kulit. Keadaan ini menyebabkan lokasi pengikatan yang lebih sedikit antara dua lapisan kulit tersebut sehingga suatu kondisi cedera atau stress yang ringan pada epidermis dapat menyebabkan lapisan itu terlepas dari dermis, kondisi ini memberikan aplikasi pada perawat bahwa fenomena penuaan ini dapat menjadi penyebab meningkatnya kerentanan kulit yang  menua terhadap trauma, misalnya pasien yang kurang mobilisasi akan meningkatkan resiko ulkus tekan yang lebih tinggi dibanding usia dewasa muda.
            Dengan bertambahnya usia, struktur dari epidermis dan dermis akan mengalami penipisan dan pendataran sehingga timbul pengeriputan kulit, kulit  yang menggantung, dan lipatan kulit yang saling tumpang tindih. Hilangnya substansi elastin, kolagen, dan lemak subkutan dalam jaringan bawah kulit bertanggung jawab terhadap penurunan daya perlindungan, pembantalan jaringan dan organ dibawahnya , serta meneruskan tonus otot.
            Perubahan struktur kulit akibat pergantian sel yang melambat karena proses penuaan meningktakan terbentuknya pigmentasipada kulit. Dengan terjadinya penipisan lapisan dermis, kulit akan menjadi rapuh dan transparan. Pasokam darah kekulit juga berubah sejalan dengan bertambahnya usia. Pembuluh darah, terutama lingkaran kapiler akan menurun jumlah dan ukurannya. Perubahan vascular ini turut menghambat penyembuhan luka yang umum terlihat pada pasien-pasien lansia. Selain itu, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea juga akan menurun jumlah dan kapasitas fungsionalnya sehingga kulit menjadi kering dan berisisik. Penurunan kadar hormone androgen diperkirakan turut menyebabkan berkurangnya fungsi kelenjar sebasea.
            Pertumbuhan rambut akan berkurang secara bertahap, terutama rambut di tungkai bawah dan dorsum di kaki. Penipisan rambut sering terlihat di kulit kepala, alsi;a, dan pubis. Fungsi lain yang dipengaruhi oleh proses penuaan normal adalah fungsi barrier, persepsi sensorik, dan termoregulasi. 

C.     Pengaruh Gangguan Sistem Integumen terhadap Fungsi-fungsi Sistem Tubuh Lainnya serta Manifestasinya
Pada hakekatnya, bahwa yang namanya kulit merupakan hal yangsangat penting bagi kehidupan manusia.Bukan hanya sekedar untuk keindahan semata, tetapi selain itu kulit juga berfungsi sebagai pelindung bagi tubuh kita.Ketika kulit kita rusak / cacat, maka kulit tidak bisa melindungi tubuh kita ketika itu, yang menyebabkan berbagai bakteri dan virus penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh.  Sebagai akibat dari itu juga, bakteri yang masuk tadi akan menyebar dan merusak berbagai organ dalam tubuh kita jika tidak ditangani secara baik dan benar, yang menyebabkan organ-organ di dalam tubuh kita tidak dapat berfungsi dengan baik, bahkan juga bisa mengakibatkan kematian pada berbagai fungsi jaringan dan sel di dalam tubuh. (Hasil karangan dan pendapat penulis, berdasarkan logika dan fakta)

D.    Jenis Bakteri atau Mikroba Terkait Penyakit Pada Sistem Integumen
Walaupun mempunyai fungsi utama sebagai pelindung terhadap organ di bawahnya, kulit sangat mudah untuk mengalami invasi kuman dan bakteri, kondisi adanya riwayat kontak dengan penderita infeksi bakteri, kondisi higenis yang rendah, status social ekonomi yang rendah dalam melakukan pengobatan menjadi predisposisi utama pasien dalam mengalami invasi kuman bakteri ke kulit.
1.      Impetigo
Impetigo adalah penyakit infeksi piogenik pada kulit yang bersifat superfisial, bersifat mudah menular yang disebabkan oleh Staphilococcus atau Streptococcus.Impetigo terbagi dalam dua bentuk yaitu Impetigo bulosa dan Impetigo nonbulosa.
Impetigo bulosa bentuk dari impetigo bulosa marupakan kondisi yang lebih jarang terjadi dibandingkan bentuk nonbulosa. Agen penyebab impetigo bulosa adalah staphylococcus aureus  yang menghasilkan eksotoksin eksfoliatif ekstraseluler disebut exfoliantins A dan B. Eksotoksin ini menyebabkan adhesi sel di epidermis, di mana pada gilirannya menyebabkan timbulnya suatu bula dan pengelupasan dari epidermis.
Impetigo nonbulosa. Impetigo i=nonbulosa adalah bentuk yang paling sering dari impetigo dan terjadi sekitar 70% pada anak usia dibawah 15 tahun. Pada Negara berkembang, penyebab utama adalah S.aureus yang menghasilkan bakteriotoksin.Bakterioktosin mengisolasi S.aureus pada lesi yang menyebabkan akumulasi pus.Jika seseorang melakukan kontak dengan orang lain yang memiliki infeksi kulit atau pembawa organisme, kulit normal individu akan mengalami invasi bakteri. Setelah kulit yang sehat terinvensi oleh bakteri piogenetik, apabila terjadi suatu kondisi trauma ringan, seperti lecet atau gigitan serangga, maka dapat mengakibatkan pengembangan lesi impetigo dalam waktu 1-2 minggu. 
2.      Folikulitis
Folikulitis adalah respons peradangan pada folikel rambut akibat infeksi folikel rambut atau satu folikel rambut. Peradangan biasanya terbatas pada folikel superfisial dan disebabkan oleh infeksi S.aureus, atau bias menjadi sekunder dari trauma folikuler atau oklusi pada folikel.
Folikulitis sering berhubungan dengan hygiene yang kurang baik, maserasi dan kulit yang mengelupas sehingga memberikan indikasi masuknya kuman ke dalam folikel rambut. Lesi bias bersifat superfisial atau dalam. Papula atau pustule yang tunggal atau multiple muncul di dekat folikel rambut.Folikulitis sering terlihat di daerah dagu pada laki-laki yang mencukur janggutnya dan pda tungkai wanita.Daerah lainnya adalah aksila, batang tubuh, dan bokong.
3.      Furunkel
Furunkel (bisul) merupakan inflamasi akut yang timbul dalam pada satu atau lebih folikel rambut dan menyebar ke lapisan dermis di sekitarnya.Kelainan ini lebih dalam daripada folikulitis.
Furunkel dapat berawal sebagai jerawat yang kecil, merah, menonjol, dan terasa sakit.Sering kali infeksi ini berlanjut dan melibatkan jaringan kulit serta lemak subkutan dengan menimbulkan nyeri tekan, rasa sakit, dan selulitis di daerah sekitarnya.Daerah kemerahan dan indurasi menggambarkan upaya tubuh untuk menjaga agar infeksi tetap terlokalisasi. Bakteri ( biasanyastafilococcus) menimbulkan nekrosis pada jaringan tubuh yang diserangnya. Terbentuknya bagian tengah bisul yang khas terjadi beberapa hari kemudian. Kalau hal ini terjadi, bagian tengah tersebut menjadi berwarna kuning atau hitam, dan bisul semacam ini dikatakan oleh orang awam sebagai bisul ‘ yang sudah matang’.
4.      Karbunkel
Karbunkel adalah abses pada kulit dan jaringan subkutan yang merupakan beberapa furunkel yang membentuk kelompok (cluster).Karbunkel memiliki lesi inflamasi yang lebih luas, dasarnya dalam, dan ditandai dengan nyeri yang luar biasa pada tempat lesi yang biasanya ditemui pada tengkuk, punggung, atau paha.
Furunkel atau Karbunkel biasanya terbentuk ketika satu atau beberapa folikel rambut terinfeksi oleh bakteri Staphyilococcus (s.aureus).Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dan terkadang terdapat pada tenggorokan dan saluran hidung.Sekitar 25-30% populasi membawa bakteri ini pada hidungnya tanpa menjadi sakit dan sekitar 1% populasi membawa methicillin resistant staphylococcus aureus (MRSA). MRSA merupakan strain dari S.aureus yang resisten terhadap antibiotic, termasuk methicillin, penisilin, amoksilin, oxacillin, dan nafcillin sehingga sering menyebabkan infeksi kabunkel yang serius dan sering berulang.
Bakteri S.aureus berbentuk bulat (coccus), memiliki diameter 0,5-1,5 , memiliki susuna bergerombol seperti anggur,tidak memiliki kapsul, nonmotil, katalase positif, dan pada pewarnaan gram tampak berwarna ungu. Bakteri ini bertanggung jawab untuk sejumlah penyakit-penyakit serius seperti pneumonia, meningitis, osteomyelitis dan endocarditis.Bakteri ini juga merupakan penyebab utama infeksi nonsokomial dan penyakit yang didapat dari makanan.
Karbunkel dapat muncul di mana saja pada kulit, terutama pda wajah, leher, ketiak,bokong, paha, dan terutama pada area yang terdapat rambut, serta banyak mengeluarkan keringat atau mengalami gesekan. Walaupun setiap orang memiliki potensi untuk terkena furunkel atau karbunkel. Beberapa orang juga dengan diabetes, system imun yang lemah,jerawat, atau masalah kulit lainnya juga memiliki risiko lebih tinggi.
Pada karbunkel, inflamasi yang luas sering tidak diikuti dengan pengisolasian total infeksi tersebut sehingga terjadi absorpsi yang mengakibatkan panas tinggi, rasa nyeri, leukositosis, dan bahkan penyebaran infeksi ke dalam darah.
Karbunkel dapat memebrikan komplikasi melalui bakteremia yang terjadi bila bakteri S.aureus masuk ke dalam aliran darah.Karbunkel dapat menyebabkan syok septic di mana bila tidak ditangani dengan serius dapat menyebabkan kematian. Bakteremia S.aureus dapat menimbulkan infeksi pada organ lain yang disebut dengan infeksi metastasis. Infeksi metastatis ini antara lain endocarditis, osteomyelitis, vaskulitis, atau abses otak.
  5.      Selulits
Selulitis adalah inflamasi jaringan subkutan dimana proses inflamasi, yang umumnya dianggap sebagai penyebab adalah bakteri S.aureus dan atau Streptococcus. Adanya invasi bakteri dan melakukan infeksi ke lapisan dermis atau subkutis biasanya terjadi setelah adanya suatu luka atau gigitan di kulit.Kondisi invasi kemudian berlanjut dengan lesi kemerahan yang membengkak di kulit, serta terasa hangat dan nyeri bila dipegang.
            Riwayat yang dapat meningkatkan risiko selulitis, seperti penyakit diabetes mellitus, riwayat intervensi diagnostic invasive pada penyakit jantung, riwayat penggunaan obat imunosupresan atau kortikosteroid, riwayat pascabedah penggantian sendi pinggul, pasca bedah mastektomi radikal, serta pascareseksi untuk bypasskoroner. Selain itu, juga penting untuk dikaji adanya rieayat yang mencederai kulit, walaupun hanya cedera ringan, misalnya: kondisi goresan, abrasi, gigitan hewan, suntikan intravena atau narkoba subkutan, dan pembuatan tato.
6.      Erisipelas
Erisipelas adalah infeksi bakteria, akut pada dermis, jaringan subkutan, dan jaringan limfatik kulit.Secara historis, erysipelas tejadi pada wajah dan disebabkan oleh Streptococcus pyogenes.Namun, pergeseran dalam distribusi dan etiologic erisipelas telah terjadi, yaitu terjasi pada kaki dan juga dapat disebabkan oleh strepcoccus.
Inokulasi bakteri ke daerah kulit yang mengalami trauma merupakan peristiwa awal perkembangan dari erisipelas.Dengan demikian, factor-faktor local, seperti insufisiensi vena, statis ulserasi, dermatitis, gigitan serangga, dan sayatan bedah telah terlibat sebagai pintu masuknya kuman ke kulit.
Sumber bakteri di erisipelas  wajah sering bersumber dari nasofaring dan riwayat faringitis streptococcus baru-baru ini telah dilaporkan dalam sampai sepertiga dari kasus. Factor predisposisi lainnya termasuk diabetes, penyalahgunaan alcohol, infeksi HIV, sindrom nefrotik, kondisi penurunan system imun lain, dan tidak optimalnya higenis meningkatkan risiko erysipelas.
Disfungsi limfatik subklinis adalah factor risiko untuk erysipelas.Dalam erysipelas, infeksi dengan cepat menyerang dan menyebar melalui pembuluh limfatik. Kondisi ini akan memberikan manifestasi kerusakan kulit diatasnya dan pembengkakakn kelenjar getah bening regional. Respons imunitas menjadi menurun dan membrikan optimalisasi bagi organisme untuk berkembang.
7.      Hansen
Morbus Hansen (kusta,lepra) adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi ( primer), kulit, dan jaringan tubuh lainnya, kecuali susunan saraf pusat, kuman penyebabnya adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A Hansen pada tahun 1874 di Norwegua, M.leprae berbentuk hasil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam, dan alcohol.
Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena deformitas atau cacat tubuh. Kelainan kulit yang tanpa komplikasi pada penyakit kusta dapat hanya bebentuk macula saja, infiltrate saja , atau keduanya. Haruslah berhati-hati dan buatlah diagnosis dibanding dengan banyak penyakit kulit lainnya yang hamper-hampir menyerupainya, sebab penyakit kusta ini mendapat julukan the greatest imitator  pada ilmu penyakit kulit.
Secara inspeksi, penyakit ini mirip penyakit lain, ada tidaknya anestesi local sangat banyak membantu penentuan diagnosis, meskipun tidak selalu jelas. Teknik untuk menilai adanya anestesi local adalah dengan cara menggoreskan ujung jarum suntuk ke sisi tengah lesi kea rah kulit normal. Apabila pasien tidak mengalami sensasi nyeri pada area goresan, maka tes anestesi local dinyatakan positif.Cara menggoresnya mulai dari tengsh lesi kea rah kulit normal.
Respons pada saraf perifer akan terjadi pembesaran dan nyeri pada n.ulnaris, n.aurikularis magnus, n. popliteal lateralis, n. tibialis posterior, n. medianus, n. radialis, dan n. fasialis. Resposns kerusakan saraf ulnaris memberikan manifestasi anestesi pada ujung jari bagian anterior kelingking dan jari manis, clawing kelingking dan jari manis, atrofi, hipotenar, dan otot interoseus dorsalis pertama.
Respons kerusakan saraf medianus memberikan menifestasi anestesia pada ujungjari bagian anterior, ibu jari, telunjuk , dan jari tengah, tidak mampu aduksi ibu jari, clawing ibu jari, telunjuk, jari tengah, dan ibu jati kontraktur. Respons kerusakan saraf radialis memberikan menifestasi anestesia dorsum menus tanan gantung ( wrist drop), tidak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan. 

E.     Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
‘’ Health-care Associated Infections (HAIs) ‘’ merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di pe;ayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai infeksi Nosokomial atau disebut juga sebagai infeksi di rumah sakit ‘’ Hospital-Acquired Infections’’ merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien.Kalaupun tak berakibat kematian, pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang lebih banyak.
HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul ( penyakit infeksi yang tidak berasal dari pasien itu sendiri ) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dalam hal ini temasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah pulang dan infeksi akibat kerja terhadap pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat penting untuk melindungi pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas juga berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehstan lainnya.
Tujuan program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakitadalah untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko penularan atau transmisi infeksi di antara psien, staf, profesiomal kesehatan, pekerja kontrak, relawan, mahasiswa, dan pengunjung.
Risiko infeksi dan kegiatan program dapat berbeda antara rumah sakit yang satu dengan rumah sakit lainnya, tergantung pada kegiatan dan layanan klinis rumah sakit yang bersangkutan, populasi pasien yang dilayani, lokasi geografis, volume pasien, dan jumlah pegawainya.
           
Program Kepemimpinan dan Koordinasi
ü  Semua kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi diawasi oleh satu atau lebih individu. Individu tersebut memkiliki kualifikasi yang cukup dalam bidang pencegahan dan pengendalian infeksi yang didapat dari pendidikan, pelatihan, pengalaman, atau sertifikasi.
ü  Terdapat mekanisme koordiansi untuk semua kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang melibatkan para dokter, perawat, dan lain-lain berdasarkan ukuran dan komplekitas rumah sakit
ü  Program pencegahan dan pengendalian infeksi berdasarkan atas pengetahuan ilmiah terkini, pedoman praktik yang diterima, undang-undang dan peraturan yang berlaku, serta standar-standar untuk sanitasi dan kebersihan
ü  Pemimpin rumah sakit menyediakan sumber daya yang memadai untuk mendukung program pencegahan dan pengendalian infeksi.

Focus Program
ü  Rumah sakit merancang dan menerapkan suatu program menyeluruh untuk mengurangi risiko infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan pada pasien dan petugas pelayanan kesehatan.
ü  Semua wilayah pasien, staf dan pengunjung rumah sakit termasuk dlam program pencegahan dan pengendalian infeksi
ü  Rumah sakit menggunakan pendekatan bebasis risiko dalam menetapkan focus program pencegah dan penurunan infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan
ü  Rumah sakit mengidentifikasi prosedur dan proses yang terkait dengan risiko infeksi dan menerapi strategi untuk mengurangi risiko infeksi
ü  Rumah sakit mengurangi infeksi dengan memastikan pembersihan dan sterilisasi peralatan yang memadai dan pengelolaan binatu dan linen yang tepat
ü  Terdapat kebijakan dan prosedur yang mengidentifikasi proses untuk mengelola persediaan yang sudah kadaluarsa dan menentukan persyaratan untuk penggunaan kembali perakatan sekali-pakai apabila diizinkan oleh undang-undang peraturan.
ü  Rumah sakit mengurangi risiko infeksi melalui pembuangan limbah yang tepat.
ü  Rumah sakit mempunyai kebijakan dan prosedur pembuangan benda tajam dan jarum.
ü  Rumah sakit menurangi risiko infeksi di fasilitas yang terkait dengan kegiatan kerja instalasi makanan dan pengontrolan fungsi mekanis serta teknis ( mechanical and engineering)
ü  Rumah sakit mengursngi risiko infeksi di fasilitas selama serta pembongkaran, konstruksi dan renovasi

Prosedur Isolasi
ü  Rumah sakit menyediakan alat pelindung untuk kewaspadaan ( barrier precautions) dan orisedur isolasi yang melindungi pasien, pengunjung dan staf dari penyakit menular dan melindungi pasien imunosupresi dari infeksi yang terhadapnya pasien rentan.

Teknik Pelindung dan Higiene Tangan
ü  Sarung tangan, masker , pelindung mata, pealatan pelindung lainnya , sabun dan disinfektan tersedia dan digunakan secara tepat jika diperlukan.
  
Integrasi Program dengan Perbaikan Mutu dan Keselamatan Pasien
ü  Proses pencegahan dan pengendalian infeksi terintegrasi dengan program rumah sakit keseluruhan untuk perbaikan mutu dan keselamatan pasien.
ü  Rumah sakit menelusuri risiko infeksi, angka infeksi, dan tren infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan.
ü  Perbaikan mutu meliputi ukuran-ukuran yang terkait dengan masalah infeksi yang penting secara epidemiologis bagi rumah sakit.
ü  Rumah sakit menggunakan informasi risiko, tingkat risiko, dan tren risiko untuk merancang dan memodifikasi proses penurunan risiko infeksi yang terkait dengan perawatan kesehatan ke tingkat yang serendah mungkin
ü  Rumah sakit membandingkan tingkat infeksi yang rerkait pelayanan kesehatan dengan rumah sakit melalui database komparatif.
ü  Hasil pengukuran pencegahan dan pengendalian infeksi dalam rumah sakit secara teratur disampaikan kepada pemimpin dan staf.
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptinilitas penjamu, agen infeksi ( pathogenesis, virulensi dan dosis) serta secara penularan. Identifikasi factor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi ( HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
1)      Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif  (contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif ( imunoglobin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2)      Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
3)      Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepada ketatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
4)      Tindakan pencegahan paska pajanan terhadap petugas kesehatan. Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuhh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu kendapatkan perhatian adalah hepatitis B, hepatitis C, dan HIV.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar