A. Peranan Sistem
Integumen dalam Pengaturan Homeostatis
Homeostatis
adalah kemampuan proses fisiologis tubuh dalam mempertahankan keseimbanhan dan
kecenderungan semua jaringan hoidup guna memelihara dan mempertahankan kondisi
setimbang atau ekuilibrium (Cannon,1926). Homeostatis juga mengatur
keseimbangan asam dan basa. Cairan tubuh diatur agar suhunya selalu konstan
dengan cara mekanisme produksidan pe;epasan panas. Contohnya apabila cuaca
panas , system kulit akan merespon dengan mengeluarkan peluh melalui kelenjar
keringat pada epidermis kulit untuk mencegah suhu darahnya meningkat,
pembuluhdarah akanmengembang untuk mengeluarkan panas kesekitarnya, hal ini
juga menyebabkan kulit berwarna merah.
Terdapat
berbagai system tubuh utama yang berkontribusi penting dalam untuk homeostatis,
salah satunya adalah system integumen.System Integumen terdiri dari kulit,
kuku, rambut, dan kelenjar.System otot terdiri dari otot rangka, otot polos dan
otot jantung.System kerangka terdiri dari semua tulang, ligament, jaringan ikat
dan tendon.
Fungsi
utama system Integumen adalah untuk melindungi tubuh dari infeksi asing dan
pengaturan panas.System otot yang terlibat dalam kegiatan seperti pencernaan,
berjalan, berlari, bernapas dan memungut benda.System kerangka melibatkan
sikapyang tepat dari tubuh dan bergerak.
System otot dan rangka bekerja sama secara erat dengan otot-otot yang
didukung oleh kerangka system kerangka. System yang menutupi mempertahankan
system otot dengan membantu tubuh untuk mendinginkan seperti kulit melebarkan
menyingkirkan kelebihan panas. Ketiga system bekerja sama untuk mempertahankan
homeostatis.
B.
Factor
yang Mengganggu Fungsi Sistem Integumen dan Manifestasinya
Sistem
integument (terutama kulit) merupakan suatu masa atau jaringan terbesar di
tubuh.Kulit bekerja melindungi struktur-struktur dibawahnya dan beerfungsi
sebagai cadangan kalori. Kulit mencerminkan emosi dan stress yang kita alami,
serta berdampak pada penghargaan orang lain terhadap kita. Selama hidup, kulit
dapat terpotonng, tergigit, terbakar, mengalami iritasi atau terinfeksi.Akan
tetapi, kulit memiliki kapasitas dan daya tahan yang luar biasa untuk pulih.
Suatu
kondisi stress psikologis pada keadaan sakit atau pada berbagai masalah
pribadi, serta keluarga pda umumnya akan bermanifestasi keluar sebagai masalah
system integument. Pada kondisi klinik pasien yang dirawat di rumah sakit dapat
secara tiba-tiba mengalami gatal-gatal dan ruam yang terjadi sekunder akibat
pengobatannya. Pada kondisi sistemik tertentu, seperti hepatitis dan kanker ,
manifestasi gangguan integument dapat menjadi tanda pertama kelainan tersebut.
Fungsi
kulit secara umum adalah sebagai berikut :
·
Proteksi
Kulit
yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar 1 atau 2 mm yang
memberikan perlindungan yang sangat efektif terhadap trauma fisik, kimia, dan
biologis dari invasi bakteri.Kulit telapak tangan dan kaki yang menebal
memberikan perlindungan pengaruh trauma yang terus-menerus terjadi diaerah
tersebut.
Bagian stratum korneum epidermis
merupakan barrier yang paling efektif terhadap berbagai faktpor lingkungan
seperti zat-zat kimia, sinar matahari, virus, fungus, gigitan serangga, luka
karena gesekan angina, dan trauma. Kulit dapat mencegah penetrasi zat-zat dari
luar yang berbahaya ataupun kehilangan cairan dan substansi lain yang vital
bagi homeostatis tubuh. Lapisan dermis kulit memberikan kekuatan mekanis dan
keuletan melalui jaringan ikat fibrosa dan serabut kolagennya.Serabut elastis
dan kolagen yang saling berjalin dengan epidermis memungkinkan kulit untuk
berperilaku sebagai satu unit.Dermis tersusun dari jalinan vascular, akar
rambut, tubuh, dan kelenjar peluh, serta sebasea.Oleh karena epidermis bersifat
avascular, dermis merupakan barrier transportasi yang efisien terhadap
substansi yang dapat menembus stratum korneum dan epidermis. Factor-faktor lain
yang memengaruhi fungsi protektif kulit mencakup usia kulit, daerah kulit yang
terlibat dan status vascular.
·
Sensasi
Ujung-ujung
reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan tubuh untuk memantau secara terus-menerus
keadaan lingkungan di sekitarnya.Fungsi utama reseptor pada kulit adalah untuk
mengindra suhu, rasa nyeri, sentuhan yang ringan dan tekanan (atau sentuhan
yang berat). Berbagai ujung saraf bertanggung jawab untuk bereaksi terhadap
setiap stimuli yang berbeda ( Smeltzer,2002). Meskipun tersebar di seluruh
tubuh, ujung-ujung saraf lebih terkonsentrasi pada sebagian daerah dibandingkan
bagian lainnya.Sebagai contoh, ujung-ujung jari tangan jauh lebih terinervasi
ketimbang kulit pada bagian punggung tangan.
·
Termoregulasi
Peran
kulit dalam pengaturan panas meliputi sebagai penyekat tubuh, vasokonstriksi (
yang memengaruhi aliran darah dan hilangnya panas ke kulit), dan sensai suhu
(Potter,2006). Perpindahan suhu dilakukan pada system vascular, melalui dinding
pembuluh, kepermukaan kulit dan hilang ke lingkungan sekitar melalui mekanisme
penghilangan panas. Pada kondisi suhu tubuh rendah, pembuluh darah akan
mengalami konstriksi .sebaliknya saat suhu tinggi, hipotalamus menghambat
vasokonstriksi dan pembuluh dilatasi. Saat kulit menjadi dingin, sensori
mengirim informasi ke hipotalamus, yang mengakibatkan menggigil, menghambat
keringat, dan vasokonstriksi.
Pengeluaran dan produksi panas
terjadi secara simultan.Struktur kulit dan paparan terhadap lingkungan secara
konsntan, pengeluaran panas secara normal melalui rinadiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi.
·
Metabolisme
Meskipun
sinar matahari yang kuat dapat merusak sel-sel epitel dan jaringan , tetapi
sinar matahari dengan jumlah yang dapat ditoleransi sangat diperlukan tubuh
manusia. Ketika radiasi sinar ultraviolet memberikan paparan, maka sel-sel
epidermal di dalam stratum spinosum dan stratum germinativum akan mengonversi
pelepasan steroid kolestrol menjadi vitamin D3, atau kolekalsiferol. Organ hati
kemudian mengonversi kolekalsiferol menjadi produk yang digunakan organ ginjal
untuk menyintesis hormone kalsitriol.Kalsitriol merupakan komponen yang penting
untuk membantu absorpsi kalsium dan fosfor di dalam usus halus. Ketidak ada
kuatan dari pengiriman kalsitriol akan menghambat pemeliharaan dan pertumbuhan
tulang( Simon,2003).
·
Keseimbangan
Air
Stratum
korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan demikian akanmencegah
kehilanganair serta elektrolit yang berlebihandari bagian internal tubuh dan
mempertahankan kelembapan dalam jaringan subkutan (Smeltzer, 2002).
Apabila kulit mengalami kerusakan,
misalnya pada luka bakar, cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar serta
dapat hilang dengan cepat sehingga bias terjadi kolaps sirkulasi, syok, serta
kematian. Di lain pihak, kulit tidak sepenuhnya impermeable terhadap air.
Sejumlah kecil air akan mengalami evaporasi secara terus-menerus dari permukaan
kulit. Evaporasi ini yang dinaakan perspirasi tidak kasat mata (insensible perspiration) yang
berjumlah
ml/hari untuk orang dewasa yang
normal.Kehilangan air yang tidak kasat mata (insensible water loss) bervariasi menurut suhu tubuh.Pada penderita
demam, kehilangan ini dapat meningkat. Ketika terendam dalam air, kulit dapat
menimbun air sampai tiga hingga empat kali berat normalnya ( Guyton,1999).
Contoh keadaan ini yang lazim dijumpai adalah pembengkakan kulit seseudah mandi
berendam untuk waktu yang lama.
·
Penyerapan
Zat atau Obat
Berbagai
senyawa lipid (zat lemak) dapat diserap lewat stratum korneum, termasuk vitamin
(A dan D ) yang larut lemak dan hormon-hormon steroid. Obat-obat dan substansi
lain dapat memasuki kulit lewat epidermis melalui jalur transepidermal atau
lewat lubang-lubang folikel (Kee,1999).
·
Fungsi
Respons Tubuh
Hasil-hasil
terakhir menunjukan bahwa beberapa sel dermal (sel-sel Langerhans,
interleukin-1 yang memproduksi leratinosit, dan subkelompok limfosit-T)
merupakan komponen penting dalam system imun.Penelitian yang masih berlangsung
harus mendefinisikan lebih jelas peranan sel-sel dermal ini dalam fungsi imun
(Smeltzer, 2002).
·
Pertimbangan
Gerontologik
Secara
fisiologis system integument akan mengalami perubahan yang signifikan akibat
proses penuaan. Komdisi perubahan utama yang terjadi pada kulit lansia meliputi
kering, keriput, pembentukan pigmentasi yang tidak merata, dan terbentuknya
berbagai lesi proliferative.
Secara struktur terjadi perubahan
seluler di mana terjadi penipisan titik temu antara dermis dan epidermis
sehingga meningkatkan kondisi kekeringan pada kulit. Keadaan ini menyebabkan
lokasi pengikatan yang lebih sedikit antara dua lapisan kulit tersebut sehingga
suatu kondisi cedera atau stress yang ringan pada epidermis dapat menyebabkan
lapisan itu terlepas dari dermis, kondisi ini memberikan aplikasi pada perawat
bahwa fenomena penuaan ini dapat menjadi penyebab meningkatnya kerentanan kulit
yang menua terhadap trauma, misalnya
pasien yang kurang mobilisasi akan meningkatkan resiko ulkus tekan yang lebih
tinggi dibanding usia dewasa muda.
Dengan bertambahnya usia, struktur
dari epidermis dan dermis akan mengalami penipisan dan pendataran sehingga
timbul pengeriputan kulit, kulit yang
menggantung, dan lipatan kulit yang saling tumpang tindih. Hilangnya substansi
elastin, kolagen, dan lemak subkutan dalam jaringan bawah kulit bertanggung
jawab terhadap penurunan daya perlindungan, pembantalan jaringan dan organ
dibawahnya , serta meneruskan tonus otot.
Perubahan struktur kulit akibat
pergantian sel yang melambat karena proses penuaan meningktakan terbentuknya
pigmentasipada kulit. Dengan terjadinya penipisan lapisan dermis, kulit akan
menjadi rapuh dan transparan. Pasokam darah kekulit juga berubah sejalan dengan
bertambahnya usia. Pembuluh darah, terutama lingkaran kapiler akan menurun
jumlah dan ukurannya. Perubahan vascular ini turut menghambat penyembuhan luka
yang umum terlihat pada pasien-pasien lansia. Selain itu, kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea juga akan menurun jumlah dan kapasitas fungsionalnya sehingga
kulit menjadi kering dan berisisik. Penurunan kadar hormone androgen
diperkirakan turut menyebabkan berkurangnya fungsi kelenjar sebasea.
Pertumbuhan rambut akan berkurang
secara bertahap, terutama rambut di tungkai bawah dan dorsum di kaki. Penipisan
rambut sering terlihat di kulit kepala, alsi;a, dan pubis. Fungsi lain yang
dipengaruhi oleh proses penuaan normal adalah fungsi barrier, persepsi
sensorik, dan termoregulasi.
C. Pengaruh Gangguan
Sistem Integumen terhadap Fungsi-fungsi Sistem Tubuh Lainnya serta
Manifestasinya
Pada
hakekatnya, bahwa yang namanya kulit merupakan hal yangsangat penting bagi kehidupan
manusia.Bukan hanya sekedar untuk keindahan semata, tetapi selain itu kulit
juga berfungsi sebagai pelindung bagi tubuh kita.Ketika kulit kita rusak /
cacat, maka kulit tidak bisa melindungi tubuh kita ketika itu, yang menyebabkan
berbagai bakteri dan virus penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh. Sebagai akibat dari itu juga, bakteri yang
masuk tadi akan menyebar dan merusak berbagai organ dalam tubuh kita jika tidak
ditangani secara baik dan benar, yang menyebabkan organ-organ di dalam tubuh
kita tidak dapat berfungsi dengan baik, bahkan juga bisa mengakibatkan kematian
pada berbagai fungsi jaringan dan sel di dalam tubuh. (Hasil karangan dan pendapat penulis, berdasarkan logika dan fakta)
D. Jenis Bakteri atau
Mikroba Terkait Penyakit Pada Sistem Integumen
Walaupun
mempunyai fungsi utama sebagai pelindung terhadap organ di bawahnya, kulit
sangat mudah untuk mengalami invasi kuman dan bakteri, kondisi adanya riwayat
kontak dengan penderita infeksi bakteri, kondisi higenis yang rendah, status
social ekonomi yang rendah dalam melakukan pengobatan menjadi predisposisi
utama pasien dalam mengalami invasi kuman bakteri ke kulit.
1.
Impetigo
Impetigo adalah
penyakit infeksi piogenik pada kulit yang bersifat superfisial, bersifat mudah
menular yang disebabkan oleh Staphilococcus
atau Streptococcus.Impetigo
terbagi dalam dua bentuk yaitu Impetigo bulosa dan Impetigo nonbulosa.
Impetigo bulosa
bentuk dari impetigo bulosa marupakan kondisi yang lebih jarang terjadi
dibandingkan bentuk nonbulosa. Agen penyebab impetigo bulosa adalah staphylococcus aureus yang menghasilkan eksotoksin eksfoliatif
ekstraseluler disebut exfoliantins A dan B. Eksotoksin ini menyebabkan adhesi
sel di epidermis, di mana pada gilirannya menyebabkan timbulnya suatu bula dan
pengelupasan dari epidermis.
Impetigo nonbulosa.
Impetigo i=nonbulosa adalah bentuk yang paling sering dari impetigo dan terjadi
sekitar 70% pada anak usia dibawah 15 tahun. Pada Negara berkembang, penyebab
utama adalah S.aureus yang menghasilkan bakteriotoksin.Bakterioktosin
mengisolasi S.aureus pada lesi yang menyebabkan akumulasi pus.Jika seseorang
melakukan kontak dengan orang lain yang memiliki infeksi kulit atau pembawa
organisme, kulit normal individu akan mengalami invasi bakteri. Setelah kulit
yang sehat terinvensi oleh bakteri piogenetik, apabila terjadi suatu kondisi
trauma ringan, seperti lecet atau gigitan serangga, maka dapat mengakibatkan
pengembangan lesi impetigo dalam waktu 1-2 minggu.
2. Folikulitis
Folikulitis adalah
respons peradangan pada folikel rambut akibat infeksi folikel rambut atau satu
folikel rambut. Peradangan biasanya terbatas pada folikel superfisial dan
disebabkan oleh infeksi S.aureus, atau bias menjadi sekunder dari trauma
folikuler atau oklusi pada folikel.
Folikulitis sering
berhubungan dengan hygiene yang kurang baik, maserasi dan kulit yang mengelupas
sehingga memberikan indikasi masuknya kuman ke dalam folikel rambut. Lesi bias
bersifat superfisial atau dalam. Papula atau pustule yang tunggal atau multiple
muncul di dekat folikel rambut.Folikulitis sering terlihat di daerah dagu pada
laki-laki yang mencukur janggutnya dan pda tungkai wanita.Daerah lainnya adalah
aksila, batang tubuh, dan bokong.
3. Furunkel
Furunkel (bisul) merupakan inflamasi akut yang timbul dalam
pada satu atau lebih folikel rambut dan menyebar ke lapisan dermis di
sekitarnya.Kelainan ini lebih dalam daripada folikulitis.
Furunkel
dapat berawal sebagai jerawat yang kecil, merah, menonjol, dan terasa
sakit.Sering kali infeksi ini berlanjut dan melibatkan jaringan kulit serta
lemak subkutan dengan menimbulkan nyeri tekan, rasa sakit, dan selulitis di
daerah sekitarnya.Daerah kemerahan dan indurasi menggambarkan upaya tubuh untuk
menjaga agar infeksi tetap terlokalisasi. Bakteri ( biasanyastafilococcus) menimbulkan nekrosis pada
jaringan tubuh yang diserangnya. Terbentuknya bagian tengah bisul yang khas
terjadi beberapa hari kemudian. Kalau hal ini terjadi, bagian tengah tersebut
menjadi berwarna kuning atau hitam, dan bisul semacam ini dikatakan oleh orang
awam sebagai bisul ‘ yang sudah matang’.
4. Karbunkel
Karbunkel
adalah abses pada kulit dan jaringan subkutan yang merupakan beberapa furunkel
yang membentuk kelompok (cluster).Karbunkel
memiliki lesi inflamasi yang lebih luas, dasarnya dalam, dan ditandai dengan
nyeri yang luar biasa pada tempat lesi yang biasanya ditemui pada tengkuk,
punggung, atau paha.
Furunkel
atau Karbunkel biasanya terbentuk ketika satu atau beberapa folikel rambut
terinfeksi oleh bakteri Staphyilococcus
(s.aureus).Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dan terkadang
terdapat pada tenggorokan dan saluran hidung.Sekitar 25-30% populasi membawa
bakteri ini pada hidungnya tanpa menjadi sakit dan sekitar 1% populasi membawa methicillin resistant staphylococcus aureus (MRSA).
MRSA merupakan strain dari S.aureus yang resisten terhadap antibiotic, termasuk
methicillin, penisilin, amoksilin, oxacillin, dan nafcillin sehingga sering
menyebabkan infeksi kabunkel yang serius dan sering berulang.
Bakteri
S.aureus berbentuk bulat (coccus), memiliki diameter 0,5-1,5
, memiliki susuna bergerombol seperti
anggur,tidak memiliki kapsul, nonmotil, katalase positif, dan pada pewarnaan
gram tampak berwarna ungu. Bakteri ini bertanggung jawab untuk sejumlah
penyakit-penyakit serius seperti pneumonia, meningitis, osteomyelitis dan
endocarditis.Bakteri ini juga merupakan penyebab utama infeksi nonsokomial dan
penyakit yang didapat dari makanan.
Karbunkel
dapat muncul di mana saja pada kulit, terutama pda wajah, leher, ketiak,bokong,
paha, dan terutama pada area yang terdapat rambut, serta banyak mengeluarkan
keringat atau mengalami gesekan. Walaupun setiap orang memiliki potensi untuk
terkena furunkel atau karbunkel. Beberapa orang juga dengan diabetes, system
imun yang lemah,jerawat, atau masalah kulit lainnya juga memiliki risiko lebih
tinggi.
Pada
karbunkel, inflamasi yang luas sering tidak diikuti dengan pengisolasian total
infeksi tersebut sehingga terjadi absorpsi yang mengakibatkan panas tinggi,
rasa nyeri, leukositosis, dan bahkan penyebaran infeksi ke dalam darah.
Karbunkel
dapat memebrikan komplikasi melalui bakteremia yang terjadi bila bakteri
S.aureus masuk ke dalam aliran darah.Karbunkel dapat menyebabkan syok septic di
mana bila tidak ditangani dengan serius dapat menyebabkan kematian. Bakteremia
S.aureus dapat menimbulkan infeksi pada organ lain yang disebut dengan infeksi
metastasis. Infeksi metastatis ini antara lain endocarditis, osteomyelitis,
vaskulitis, atau abses otak.
5. Selulits
Selulitis adalah
inflamasi jaringan subkutan dimana proses inflamasi, yang umumnya dianggap
sebagai penyebab adalah bakteri S.aureus dan atau Streptococcus. Adanya invasi
bakteri dan melakukan infeksi ke lapisan dermis atau subkutis biasanya terjadi
setelah adanya suatu luka atau gigitan di kulit.Kondisi invasi kemudian
berlanjut dengan lesi kemerahan yang membengkak di kulit, serta terasa hangat
dan nyeri bila dipegang.
Riwayat yang dapat meningkatkan
risiko selulitis, seperti penyakit diabetes mellitus, riwayat intervensi
diagnostic invasive pada penyakit jantung, riwayat penggunaan obat
imunosupresan atau kortikosteroid, riwayat pascabedah penggantian sendi
pinggul, pasca bedah mastektomi radikal, serta pascareseksi untuk
bypasskoroner. Selain itu, juga penting untuk dikaji adanya rieayat yang
mencederai kulit, walaupun hanya cedera ringan, misalnya: kondisi goresan,
abrasi, gigitan hewan, suntikan intravena atau narkoba subkutan, dan pembuatan
tato.
6. Erisipelas
Erisipelas
adalah infeksi bakteria, akut pada dermis, jaringan subkutan, dan jaringan
limfatik kulit.Secara historis, erysipelas tejadi pada wajah dan disebabkan
oleh Streptococcus pyogenes.Namun, pergeseran dalam distribusi dan etiologic
erisipelas telah terjadi, yaitu terjasi pada kaki dan juga dapat disebabkan
oleh strepcoccus.
Inokulasi
bakteri ke daerah kulit yang mengalami trauma merupakan peristiwa awal
perkembangan dari erisipelas.Dengan demikian, factor-faktor local, seperti
insufisiensi vena, statis ulserasi, dermatitis, gigitan serangga, dan sayatan
bedah telah terlibat sebagai pintu masuknya kuman ke kulit.
Sumber
bakteri di erisipelas wajah sering
bersumber dari nasofaring dan riwayat faringitis streptococcus baru-baru ini
telah dilaporkan dalam sampai sepertiga dari kasus. Factor predisposisi lainnya
termasuk diabetes, penyalahgunaan alcohol, infeksi HIV, sindrom nefrotik,
kondisi penurunan system imun lain, dan tidak optimalnya higenis meningkatkan
risiko erysipelas.
Disfungsi
limfatik subklinis adalah factor risiko untuk erysipelas.Dalam erysipelas,
infeksi dengan cepat menyerang dan menyebar melalui pembuluh limfatik. Kondisi
ini akan memberikan manifestasi kerusakan kulit diatasnya dan pembengkakakn
kelenjar getah bening regional. Respons imunitas menjadi menurun dan membrikan
optimalisasi bagi organisme untuk berkembang.
7. Hansen
Morbus
Hansen (kusta,lepra) adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang menyerang
saraf tepi ( primer), kulit, dan jaringan tubuh lainnya, kecuali susunan saraf
pusat, kuman penyebabnya adalah Mycobacterium
leprae yang ditemukan oleh G.A Hansen pada tahun 1874 di Norwegua, M.leprae
berbentuk hasil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam, dan alcohol.
Kusta
terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena deformitas atau cacat
tubuh. Kelainan kulit yang tanpa komplikasi pada penyakit kusta dapat hanya
bebentuk macula saja, infiltrate saja , atau keduanya. Haruslah berhati-hati
dan buatlah diagnosis dibanding dengan banyak penyakit kulit lainnya yang
hamper-hampir menyerupainya, sebab penyakit kusta ini mendapat julukan the greatest imitator pada ilmu penyakit kulit.
Secara
inspeksi, penyakit ini mirip penyakit lain, ada tidaknya anestesi local sangat
banyak membantu penentuan diagnosis, meskipun tidak selalu jelas. Teknik untuk
menilai adanya anestesi local adalah dengan cara menggoreskan ujung jarum
suntuk ke sisi tengah lesi kea rah kulit normal. Apabila pasien tidak mengalami
sensasi nyeri pada area goresan, maka tes anestesi local dinyatakan
positif.Cara menggoresnya mulai dari tengsh lesi kea rah kulit normal.
Respons
pada saraf perifer akan terjadi pembesaran dan nyeri pada n.ulnaris,
n.aurikularis magnus, n. popliteal lateralis, n. tibialis posterior, n.
medianus, n. radialis, dan n. fasialis. Resposns kerusakan saraf ulnaris
memberikan manifestasi anestesi pada ujung jari bagian anterior kelingking dan
jari manis, clawing kelingking dan jari manis, atrofi, hipotenar, dan otot
interoseus dorsalis pertama.
Respons
kerusakan saraf medianus memberikan menifestasi anestesia pada ujungjari bagian
anterior, ibu jari, telunjuk , dan jari tengah, tidak mampu aduksi ibu jari,
clawing ibu jari, telunjuk, jari tengah, dan ibu jati kontraktur. Respons
kerusakan saraf radialis memberikan menifestasi anestesia dorsum menus tanan
gantung ( wrist drop), tidak mampu
ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan.
E.
Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi
‘’
Health-care Associated Infections (HAIs)
‘’ merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di pe;ayanan kesehatan.
HAIs selama ini dikenal sebagai infeksi Nosokomial atau disebut juga sebagai
infeksi di rumah sakit ‘’
Hospital-Acquired Infections’’ merupakan persoalan serius karena dapat
menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien.Kalaupun tak
berakibat kematian, pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar
biaya rumah sakit yang lebih banyak.
HAIs
adalah penyakit infeksi yang pertama muncul ( penyakit infeksi yang tidak
berasal dari pasien itu sendiri ) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari
setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau
dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dalam hal ini
temasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah pulang dan
infeksi akibat kerja terhadap pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
Program
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat penting untuk melindungi
pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya infeksi karena
dirawat, bertugas juga berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehstan lainnya.
Tujuan
program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakitadalah untuk
mengidentifikasi dan mengurangi risiko penularan atau transmisi infeksi di
antara psien, staf, profesiomal kesehatan, pekerja kontrak, relawan, mahasiswa,
dan pengunjung.
Risiko
infeksi dan kegiatan program dapat berbeda antara rumah sakit yang satu dengan
rumah sakit lainnya, tergantung pada kegiatan dan layanan klinis rumah sakit
yang bersangkutan, populasi pasien yang dilayani, lokasi geografis, volume
pasien, dan jumlah pegawainya.
Program Kepemimpinan dan Koordinasi
ü Semua
kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi diawasi oleh satu atau lebih
individu. Individu tersebut memkiliki kualifikasi yang cukup dalam bidang
pencegahan dan pengendalian infeksi yang didapat dari pendidikan, pelatihan,
pengalaman, atau sertifikasi.
ü Terdapat
mekanisme koordiansi untuk semua kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi
yang melibatkan para dokter, perawat, dan lain-lain berdasarkan ukuran dan
komplekitas rumah sakit
ü Program
pencegahan dan pengendalian infeksi berdasarkan atas pengetahuan ilmiah
terkini, pedoman praktik yang diterima, undang-undang dan peraturan yang
berlaku, serta standar-standar untuk sanitasi dan kebersihan
ü Pemimpin
rumah sakit menyediakan sumber daya yang memadai untuk mendukung program
pencegahan dan pengendalian infeksi.
Focus Program
ü Rumah
sakit merancang dan menerapkan suatu program menyeluruh untuk mengurangi risiko
infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan pada pasien dan petugas
pelayanan kesehatan.
ü Semua
wilayah pasien, staf dan pengunjung rumah sakit termasuk dlam program
pencegahan dan pengendalian infeksi
ü Rumah
sakit menggunakan pendekatan bebasis risiko dalam menetapkan focus program
pencegah dan penurunan infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan
ü Rumah
sakit mengidentifikasi prosedur dan proses yang terkait dengan risiko infeksi
dan menerapi strategi untuk mengurangi risiko infeksi
ü Rumah
sakit mengurangi infeksi dengan memastikan pembersihan dan sterilisasi
peralatan yang memadai dan pengelolaan binatu dan linen yang tepat
ü Terdapat
kebijakan dan prosedur yang mengidentifikasi proses untuk mengelola persediaan
yang sudah kadaluarsa dan menentukan persyaratan untuk penggunaan kembali
perakatan sekali-pakai apabila diizinkan oleh undang-undang peraturan.
ü Rumah
sakit mengurangi risiko infeksi melalui pembuangan limbah yang tepat.
ü Rumah
sakit mempunyai kebijakan dan prosedur pembuangan benda tajam dan jarum.
ü Rumah
sakit menurangi risiko infeksi di fasilitas yang terkait dengan kegiatan kerja
instalasi makanan dan pengontrolan fungsi mekanis serta teknis ( mechanical and engineering)
ü Rumah
sakit mengursngi risiko infeksi di fasilitas selama serta pembongkaran,
konstruksi dan renovasi
Prosedur Isolasi
ü Rumah
sakit menyediakan alat pelindung untuk kewaspadaan ( barrier precautions) dan orisedur isolasi yang melindungi pasien,
pengunjung dan staf dari penyakit menular dan melindungi pasien imunosupresi
dari infeksi yang terhadapnya pasien rentan.
Teknik Pelindung dan Higiene Tangan
ü Sarung
tangan, masker , pelindung mata, pealatan pelindung lainnya , sabun dan
disinfektan tersedia dan digunakan secara tepat jika diperlukan.
Integrasi Program dengan Perbaikan Mutu dan Keselamatan
Pasien
ü Proses
pencegahan dan pengendalian infeksi terintegrasi dengan program rumah sakit
keseluruhan untuk perbaikan mutu dan keselamatan pasien.
ü Rumah
sakit menelusuri risiko infeksi, angka infeksi, dan tren infeksi yang terkait
dengan pelayanan kesehatan.
ü Perbaikan
mutu meliputi ukuran-ukuran yang terkait dengan masalah infeksi yang penting
secara epidemiologis bagi rumah sakit.
ü Rumah
sakit menggunakan informasi risiko, tingkat risiko, dan tren risiko untuk
merancang dan memodifikasi proses penurunan risiko infeksi yang terkait dengan
perawatan kesehatan ke tingkat yang serendah mungkin
ü Rumah
sakit membandingkan tingkat infeksi yang rerkait pelayanan kesehatan dengan
rumah sakit melalui database komparatif.
ü Hasil
pengukuran pencegahan dan pengendalian infeksi dalam rumah sakit secara teratur
disampaikan kepada pemimpin dan staf.
Proses
terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptinilitas penjamu,
agen infeksi ( pathogenesis, virulensi dan dosis) serta secara penularan.
Identifikasi factor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi
tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi ( HAIs), baik pada pasien
ataupun pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan
dan pengendalian infeksi terdiri dari :
1) Peningkatan
daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau
pemberian imunisasi pasif ( imunoglobin). Promosi kesehatan secara umum
termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2) Inaktivasi
agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh
metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak
makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
3) Memutus
mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepada ketatan petugas dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
4) Tindakan
pencegahan paska pajanan terhadap petugas kesehatan. Berkaitan pencegahan agen
infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuhh lainnya, yang sering
terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang
perlu kendapatkan perhatian adalah hepatitis B, hepatitis C, dan HIV.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar